Hidup memang harus selalu bergerak. Melaju, berubah, hilang, usang, baru, tumbuh, semuanya menjadi harga mati untuk kita. Untukku juga. Tak bisa kutawar dengan harga berapapun untuk tetap tinggal di pesantren, atau hanya bersama sesaat dengan semua teman-teman angkatan pun, mungkin hanya tinggal masa lalu yang sudah kita tangisi bersama. Semuanya sudah harus berganti.
Sesaat waktu masih memberi kita jeda antarperubahan untuk sedikit beristitahat. Untuk memutar ulang kenangan masa lalu dan menyadari semuanya. Keindahan, kesenangan, juga anugerah yang tak terhingga. Lantas saat itu menjadi saat jeda (baca: istirahat) paling berat dan menyesakkan. Tapi ada juga sisi lain di mana waktu memberi alasan kepada kita untuk pergi dari semua itu (masa lalu dan kenangan-kenangan). Lewat pesan-pesan yang kadang tak terbaca, lewat pernak-pernik pengalaman yang jarang dipedulikan. Kemarin ia (waktu) menggertakku lewat seseorang dengan sederet prestasi nasional dan internasional, mungkin ia (waktu), lewat orang itu, sedang menyatakan alasannya kenapa aku harus keluar DA. Ya, ia ingin agar aku berkembang dan bersaing dengannya untuk menjadi lebih hebat. Untuk yang mendapat beasiswa, waktu juga sepertinya sedang berkata, selamat, nikmati hasil kerjamu itu. Untuk yang masih ’mencari’ tempat kuliah, mungkin waktu sedang bilang, sudah saatnya belajar sungguh-sungguh dan bekerja keras.
Sayangnya tak banyak orang yang bisa menangkap pesan-pesan itu. Artikulasi waktu terkadang harus melalui bentakan yang begitu keras sehingga membuat kita ketakutan. Waktu terkadang menyampaikan pesannya lewat ’kegagalan’, kesedihan, dan hal lainnya. Alih-alih menangkap maknanya (baca: hikmah), kerap kita malah merinding dan ketakutan oleh kerasnya gertakan itu. Kita pun sedih, menangis, menyesal. Padalah bukan itu yang benar-benar waktu ingin agar kita lakukan. Pasti ada hikmah di balik semuanya, ada pesan dari waktu di balik perubahan dan pergantian ini. Di balik perpisahan ini.
Aku pun baru ’dapat’ menafsirkan pesan-pesan waktu sekarang. Tentang kenapa aku harus berpisah, masuk UI, dan bertemu dengan orang hebat yang pernah aku ceritakan sebelumnya. Aku baru mendengar waktu berkata bahwa aku harus pergi. Aku harus pergi dari fikiran kerdil ini dan menyadari bahwa di luar sana orang-orang jauh lebih hebat dariku. Aku harus pergi dari kekonyolan anak kecil menuju kedewasaan hidup dan berfikir. Aku harus pergi dari keterbelakangan intelektual menuju perkembangan dan kemajuan. Aku harus pergi dari dia, untuk berfokus pada cita-cita dan idealisme [untuk yang ini, mungkin aku terkesan menghilang tanpa pamit. Aku tak ingin menghancurkan segalanya. Aku minta maaf! Semoga kita bisa bertemu lagi, seperti senja dan malam itu]. Aku sudah harus pergi. Ada satu saat aku mungkin kembali, dan ada sisi lain di mana aku tak kan pernah datang lagi ke sana. Selamat tinggal, mungkin esok lusa tiba giliran kalian.
Saat kalian membaca ini mungkin aku sudah tinggal di Depok. Sudah berjuang dan berkompetisi keras bersama banyak orang hebat lainnya. Doakan aku teman-teman, aku tak ingin mengecewakan kalian, dan rumah kita Darul Arqam tentunya.
Jumat, 31 Juli 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar