Keadilan merupakan sebuah ide kesetaraan bagi setiap individu. Ia menjadi harga mati bagi banyak masyarakat dunia dan cita-cita dari berbagai perjuangan. Darinya mengalir energi besar yang amat dahsyat dan tak terkalahkan. Tengoklah sejarah besar Revolusi Perancis yang karena mimpi akan dunia baru yang adil (dengan slogan kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan), masyarakat tertindas dapat menumbangkan rezim besar dan memenggal rajanya yang tidak adil. Untuk bangsa ini, keadilan telah secara gamblang tercantum dalam dasar negara (sila kelima Pancasila), dan pembukaan konstitusi UUD 1945 (..penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan…) yang dapat dilihat sebagai titik kulminasi kekecewaan akan ketidakadilan para penjajah. Setelah sekian abad terjajah dalam ketidakadilan, keadilan diam-diam menyelinapkan energinya dalam derap perjuangan dan tetesan darah para pahlawan sehingga Indonesia bisa merdeka, sehingga masyarakat Indonesia dapat meraih kesetaraan seperti masyarakat bangsa lain, kemerdekaan. Begitu juga dengan reformasi, keadilan menyelinapkan energi besarnya lewat impian-impian kesetaraan dalam berbagai hal, baik politik, ekonomi, hukum, dan lain sebagainya. Bagaimanapun, keadilan adalah ide yang inheren dalam setiap diri manusia, dan ia akan senantiasa menyelipkan energinya yang luar biasa dahsyat agar gagasan kesetaraan itu dapat terwujud.
Sepertinya, dalam setiap sejarah, gagasan keadilan pertamakali harus selalu muncul dari kepala para cendikia dalam suatu masyarakat. Titik awal kesuksesan kemerdekaan muncul dari kekelahiran Budi Utomo dan organisasi lainnya yang merupakan golongan intelektual. Begitupula dengan Reformasi, saat mahasiswa meneriakkan tuntutan keadilan di hadapan rezim otoriter.
Sama halnya dengan yang terjadi saat ini. Sebagian masyarakat Indonesia di Cina Benteng yang notabene merupakan masyarakat miskin nyaris akan digusur tanpa kompensasi yang jelas. Mereka tengah berjuang menghadapi hidup yang kian sulit, mengharap keadilan datang sehingga hak-haknya untuk mendapat kompensasi yang adil sebagaimana yang terjadi pada penggusuran di tempat lain tercapai. Saat itulah, sepertinya keadilan mulai menyelinap di kepala para cendikianya.
Sebagai golongan yang tersentuh akan ketidakadilan, maka Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2010 mencoba untuk membantu masyarakat Cina Benteng tersebut agar memperoleh hak-hak mereka seperti yang diperoleh masyarakat lainnya. Melalui acara Advokasi Rakyat Marjinal (ARM), yang diantaranya terdiri dari pencerdasan masalah Cina Benteng (diskusi), Bakti Sosial untuk masyarakat Cina Benteng, dan Audiensi dengan Pemerintah Kota Tangerang, diharapkan masyarakat yang menjadi cikal-bakal sejarah kota Tangerang ini dapat memperoleh hak-haknya secara adil.
Kami mengajak teman-teman mahasiswa yang mempunyai kecukupan baik intelektual atau materi untuk ikut membantu usaha ini. Bantuan dapat diberikan melalui hal-hal kecil, yaitu dengan menyebarkan note ini ke sebanyak mungkin orang, bergabung di group facebook Advokasi Rakyat Marjinal (dengan nama group: Advokasi Rakyat Marginal - Keadilan untuk rakyat Cina Benteng) untuk memberikan dukungan moral, menyumbangkan uang (baik besar ataupun kecil) di posko baksos yang ada di stasiun UI setiap hari Senin-Jumat jam 10.30 dan 16.00, atau bisa juga mengikuti pencerdasan tentang masalah Cina Benteng yang akan diadakan pada tanggal 7 Juni 2010 pukul 14.00-17.00 di FISIP UI. Info lebih lengkap dapat dilihat di media publikasi ARM atau di group facebook Advokasi Rakyat Marjinal.
Akhirnya, kami mengajak teman-teman mahasiswa untuk bersama membantu tetangga kita warga Indonesia di Cina Benteng. Mari bersama-sama kita tegakkan keadilan. Terima kasih.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar