Minggu, 20 Juli 2008

PKL atau Sacrificing Kelas 6?

Aku mengirim posting ini di warnet saat selesai pembekalan PKL seminggu ini. Posting ini akan lumayan singkat, kita mulai saja.

Huh, liburan selesai, kini ku akan mulai mengukir catatan di hari-hari yang aneh lagi. Menanjaki jalan lurus dari gerbang masuk, berlari tak karuan ke kelas setelah 20 menit bel berbunyi, atau berdiri di antrian panjang saat makan malam. Tapi tahun ini berbeda, tahun di mana usiaku sudah mencapai puncak 6 tahun di penjara suci ini. Bukan karena banyak peraturan baru, Loundri yang menggantikan emak dapur khusus untuk kelas satu, atau kelas putera yang pindah, tapi karena kini ku harus tinggal bersama santri kelas satu dalam asrama yang sama. Aku harus mengasuh mereka!ha!

Aku tak mengerti bagaimana pondok dapat membuat kebijakan ini. Yang sampai padaku dan teman-teman kelas 6 adalah bahwa ini merupakan program PKL, jadi untuk tahun sekarang kita tidak PKL di desa-desa seperti Pameungpeuk atau Pakenjeng, tapi kita PKL di sini, di kelas satu! kami telah dijelaskan bahwa kelas 6 dituntut untuk mengabdi pada pondok, sekalian belajar bertanggung jawab. Katanya kelas satu sekarang semakin tak kondusif, mudah-mudahan dengan adanya kelas 6 situasi dapat membaik. Ha?! Semudah itukah pekerjaan pembina dibebankan kepada kami? Kepada santri yang hanya punya sisa waktu belajar 8 bulan dan harus berjuang mati-matian untuk mengejar saringan masuk universitas dan beasiswa?

Oke, agak jelasnya seperti ini. Kami harus membuat asrama kelas satu tertib, rapi, aman, dan kondusif dengan tinggal di sana. Beberapa program telah dibuat, dan kamilah yang harus menjalankannya. Selama satu tahun! nanti setiap pembina mengontrol ke asrama malam-malam dan mengecek begaimana jalannya program itu, lantas mereka menilainya. Masalah kelas satupun mau tak mau kamilah kelas 6 yang harus menanganinya, dari mulai sakit, kehilangan, dan banyak lagi. Lantas, kapan kami belajarnya, Pak?! Kapan kami fokus untuk masa depan?

Aku sangat kecewa dengan putusan pondok kali ini yang seakan mengorbankan kelas 6 demi kondusifitas kelas satu. Bukankan permasalahan kelas satu adalah tanggung jawab pondok dan kerja kami sekarang adalah fokus masa depan? Bukankan kelas satu sudah punya pembina masing-masing?!

Kami sudah tinggal bersama kelas satu selama satu minggu, dan stress, frustasi, itulah yang ku dapat. Bahkan aku dan teman-teman sempat sakit kemarin. Entah, ini terlalu memberatkan. Kesan psikologis yang ku dapatkanpun sangat menakuti, sehingga ku benar-benar tak betah tinggal di DA sekarang. Aku harus berpusing-pusing di kelas satu untuk menjaga semuanya beres, sementara pembina hanya datang waktu adzan dan menggiring mereka yang sebagian telah ke mesjid setelah di giring kelas 6. Kita yang capek, pembina yang diberi gaji. Ha?!

Pondok menjawab bahwa stress ini hanya masalah adaptasi saja. Adaptasi? Kami harus beradaptasi lagi? berapa bulan? Kami tinggal di sini sudah 5 tahun, kenapa harus beradaptasi lagi? Kalau beradaptasi ini harus membuat konsentrasi kabur, haruskah kita melaku,kannya dalam masa-masa akhir yang singkat? Bukankah sebulan saja nilainya sangat berharga unuk kelas 6?

Aku harap pondok bisa lebih profesional dalam membuat kebijakan. Tidak hanya mencontoh pondok lain walau sekaliber gontor sekalipun, karena kita punya identitas sendiri yang khas. Pondok harus lebih proaktif dan kreatif, tidak hanya memplagiat orang lain karena untuk apa pimpinan rapat setiap minggu bahkan pada waktu adzan berkumandang dengan aneka makanan kecil dan minuman botol di ruang kepala kalau hasilnya hanya untuk memplagiat pondok orang?

Aku merasa kehilangan idealisme dulu. Entah. Ku harap program ini bisa diubah secepatnya dan bisa kembali normal seperti dulu.

3 komentar:

Galura mengatakan...

heeh, DA na geus lieur, sakedap deui ge rengse lah.. urg mah..kalem.
Tapi urg mah pengen di robah sistem uy!! ngan mun banyak ngomong n terlalu frontal teh asa gmn..gt. Ntar jelek deh nilai rapotnya..

Iiq Pirzada mengatakan...

Yah, mending husnul khatimah deh, urang hayang meninggalkan DA dengan kesan berbunga-bunga euy, lain carekan2 teu puguh ka kepsek.ha..

Daeng Muhammad Feisal mengatakan...

oyy... aing satuju pissaan tah apa kate si iqbal... hahaha...

pokona mah bubarkeun PKL coy..