Rabu, 08 Juli 2009

Di Puncak

—Inikah Everest-ku? Luas sekali!

Sudah seminggu ku tak banyak membaca lagi. Sejak pengumuman Ujian Masuk Bersama (UMB), seakan tak ada alasan lagi untuk menggumuli dan membolak-balik tumpukan buku-buku SMA juga deretan soal persiapan SNMPTN. Aku sudah lulus HI UI, mimpiku sudah tercapai telak, syukurlah. Meski setelahnya kurasakan pusing yang amat hebat, seperti diobok-obok. Mungkin akumulasi kejenuhan dan stress yang sudah mencapai klimaks sejak beberapa bulan lalu kumulai peperangan ini. Dan untuk beberapa hari ini hidupku seperti tak berarah; sakit kepala ini benar-benar mengambil semuanya. Sedikit-sedikit lemas dan kantuk menyerangku tanpa ampun. Bahkan saat kutulis kata-kata ini pun, kepalaku seperti mau pecah. Biarlah, mungkin esok akan membaik.

Apalagi sekarang? Sejenak pertanyaan polos itu menyelinap keluar dari aortaku. Kufikir semua telah selesai, dan aku menang, fuih! Kini aku tak lagi berpredikat luntang-lantung atau masih pengangguran karena jas kuning itu sudah bisa kupakai. Aku sudah jadi mahasiswa! Tapi sekarang aku sadar, itu begitu naif. Apa artinya jas kuning, apa artinya UI, HI, dan mahasiswa? Lulus tes, atau sedikit membuat bangga untuk menjawab pertanyaan teman-temanku tentang kuliah, lantas apa lagi? Sukses, berhasil, ah, belum tentu. Semua masih terlalu jauh untuk dipastikan. Jalannya masih sangat panjang. Yang aku sadar sekarang adalah bahwa Everest yang kujejaki ini tak lain dari bioma baru yang penuh misteri. Rimba liar, gurun, pegunungan, lautan, angkasa. Aku masih harus menjelajah, perjalanan masih teramat jauh.

Untuk itu aku meng-up date blog ini; aku ingin kembali belajar banyak. Berlari, berpetualang, terbang. Dan kita bisa berbagi cerita lagi di sini tentang banyak hal: politik, filsafat, sains, atau apapun yang kita temui di jalanan. Semuanya, yang telah terabaikan beberapa bulan ini.

Itu saja untuk sekarang, mungkin besok akan ada banyak hal untuk kita bicarakan di sini. Aku juga berharap heri esok akan lebih baik. Tempat baru itu bisa memberi keluarga baru yang juga baik. Semoga.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

jika engkau menganalogikan tempat start mu itu adalah pondok kita, maka saat ini kita telah mencapai salah satu bagian dari gunung cikuray,pemancar..masih banyak waktu,tenaga,perbekalan dan mental yang harus disiapkan agar mencapai puncak, masih ada jalan yang selalu sama didepan mata yang membuat kita "beunang mental" saat kita akan mencapai puncak..setelahnya kita terengah telah mencapai puncak, ternyata bukan, kita kesal dengan suatu tulisan yang ada pada sebuah papan yang bertuliskan "selamat anda telah mencapai puncak bayangan"
ahh,ternyata hal yang sangat kita idamkan itu hanya tipuan belaka, tapi apakah setelah itu kita akan menyerah?dan camp di tempat itu?atau menunggu hingga esok?sedangkan esoknya kita harus mempersiapkan diri untuk bersekolah kembali?
itulah keadaan yang kita rasakan bersama, dan pada saat kitu kita harus tetap bersemangat, bertekad untuk tetap berjalan menapaki gunung cikuray hingga puncak, lalu ketika sampai pada puncak itu kita mendengar berita bahwa ada seorang pendaki yang telah menaklukan "seven summit" dunia,sedangkan kita belum sama sekali menapaki gunung yang sebanding dengan salah satu dari ketujuhgunung tersebut? menyesalah kita jikalau kita puas dan berleha-leha dengan sepetik kejayaan yang baru saja kita capai.
wish u luck buddy, there's annoying thing faceless, but we have to demolish that.
see u in a dream.haha

Iiq Pirzada mengatakan...

Maaf aku baru membalas sekarang. Saat pengembaraan di tengah "everest" sudah berlangsung. seru sekali.

tiba2 aku teringat akan perjuangan kita dulu. belajar di kelas siang-malam, menggumuli materi dan soal2 SPMB, saling berbagi materi pelajaran, dan yang lainnya. alhamdulillah akhirnya kita berada di tempat ini, setelah perjuangan panjang dan keras dulu. jika diingat2, aku ingin menangis rasanya.ha..

kini aku di UI, tempat yang banyak orang anggap impossible. di sini banyak orang intelektual, kritis, dan berani. aku belajar banyak dari mereka. tentang dunia, dan, mungkin tentang keterbelakangan sekolah kita. aku prihatin.

aku sudah harus off sekarang, aku hanya igin kita yang sudah mempunyai tempat 'nyaman' untuk terus berkontribusi membangun pesantren kita dulu, rumah kita dulu.