Untuk keributan yang dulu pernah kita buat…
Kapan lagi kita rapat dan berbagi kegaduhan seperti 4 bulan lalu? Kapan lagi kalian membuat acara kudeta dengan slogan oli turun BBM naik? Kapan lagi kita bersama-sama membereskan kursi aula, menata rangkaian bunga, dan menghias sepeda untuk acara penyambutan? Kapan lagi... entahlah, akhirnya kita telah melaluinya. Ini telah selesai. Kita telah benar-benar membuat FIKIR yang berbeda dan, hebat.
Malam itu benar-benar melelahkan. Kau, ku, kita semua begitu ngantuk dan capek setelah semuanya selesai. Karena bukan hanya beberapa jam kita habiskan untuk persiapan acara, tapi kita telah memulai semuanya sejak 6 bulan lalu. Dengan keributan, keegoisan, dan kerjasama. Sebuah harga yang tidak sedikit. Dan karena itulah ku tak ingin semua ini berlalu begitu saja, hanya beberapa jam. Ku ingin kita membuka kembali file-file yang dulu pernah kita buat, setidaknya kita masih bisa merasakan keributan dan perdebatan dulu.
Berawal dari rapat pertama siang itu. Udara begitu panas dan membuatku –dan mungkin kalian juga– tak begitu konsentrasi. Suasana begitu gersang, dan ku harus menghadapi teman-teman baru di seksi acara. Dengan karakter baru pula tentunya. Singkat cerita, rapat berlangsung begitu kacau, dan kita tak menemukan tema yang pantas. Semua berjalan menurut fikirannnya masing-masing. Ku, kalian, kita benar-benar pusing. Setidaknya untuk pertamakali.
Lantas, kita putuskan untuk mengulur waktu rapat. Sampai suatu malam yang menegangkan–entah ku lupa hari apa– ku dan teman-teman putera mengumpulkan sebesar mungkin keberanian untuk rapat di kelas puteri. Meski mungkin akan begitu berat sangsinya jika ketahuan. Rapat berlangsung begitu tenang, meski suasana egois masih terasa kental. Dan dari sana, mungkin untuk pertama kalinya ku kibarkan bendera perang dengan makhluk berinisial I yang juga baru ku kenal. Dari sana pula kita memulai keributan panjang, kau, aku, semuanya.
Kalian pasti masih ingat acara kudeta tempo lalu. Saat kalian tak puas dengan kepemimpinan seorang Amalul. Lalu kalianpun membuat spanduk dengan berpuluh slogan di sana, yang kalian kibarkan di kelas waktu itu. Kelaspun menjadi begitu panas, tak terkendali. Walau akhirnya Amalul tetap menjadi ketua FIKIR.
Haripun berganti, melewati rentetan waktu.
FIKIR tinggal beberapa hari lagi. Kitapun makin sering melakukan rapat, entah di kelas, ataupun di depan rumah Bu Bacih dengan kewaspadaan tingkat tinggi tentunya. Karena saat malam begitu menyelimuti rapat kita, ancaman itu pernah benar-benar datang. Sesosok berinisial A mulai menampakkan batang hidungnya dan kitapun lari tunggang langgang sambil tertawa.
Akhirnya waktunyapun tiba. Saat di mana kita bisa buktikan setiap tetes keringat kita. Kepada Kabid Ekstrakulikuler, yang begitu kerasnya membentak kita tempo hari. Kepada kepala sekolah puteri yang banyak mempermasalahkan dana dan tema, kepada kepala sekolah putera yang sejak dulu selalu menjadi ancaman terbesar saat rapat, dan kepada seluh penghuni DA, bahwa inilah kita. Kelas 4 putera dan puteri yang entah bagaimana kalian anggap.
Tapi tak selancar itu. Banyak masalah baru yang muncul sebelum acara. Listrik yang tiba-tiba mati, tidak ada lampu sorot, laptop yang tiba-tiba tak berfungsi, waktu yang ngaret, sampai pada pemateri yang –katanya– kurang ganteng. Kitapun panik, bahkan ada yang meangis.
Tapi ternyata kepanikan itu tak berlangsung lama. Dugaan-dugaan gila itu lenyap ketika tiba saatnya acara inti. Ternyata seseorang yang kita anggap dengan fikiran gila itu benar-benar hebat. Semua terdiam, acara begitu lancar dan sukses. Benar-benar di luar dugaan.
Kitapun berpelukan, bahkan sebagian ada yang menangis setelah acara selesai.
Dan kini, semua telah berakhir. Kita tak perlu lagi ribut mempermasalahkan tema, acara penyambutan, atau pemateri. Kini tak ada lagi rapat, meet, atau perdebata kecil di telefon dan e-mail. Semua telah berlalu. Lantas, kapan lagi...
Senin, 02 Juli 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar